Sahabatku, ketika aku putuskan untuk menikah, aku memang pasrah dengan segala ketentuan dari Sang Maha Pencipta. Sekuat tenaga aku tidak ingin mengatur ataupun ikut campur apa yang menjadi peraturan Allah. Aku kurangi sebanyak mungkin kriteria wanita yang akan menjadi istriku. Paling tidak, kriteria agama menjadi dasar utama pilihanku.
Saat itu, sepertinya Allah menjawab doaku, dengan membisikkan lewat hatiku, sebuah ketetapan yang membuat aku sangat terkejut. Bisikan itu mengatakan, sebaiknya aku memilih wanita yang sedang berada di hadapanku sebagai calon pendamping hidup. Bimbang? Jelas aku bimbang. Karena rasanya, waktu itu, wanita yang ada di depanku belum sesuai dengan harapanku. Kemudian belum sempat aku berpikir panjang, aku sudah dihadapkan pada wanita lain, yang memiliki kelebihan fisik dibanding wanita yang pertama. Hatiku menjadi sangat bimbang.
Aku memang pria biasa. Kalau kuturuti hawa nafsuku, jelas, aku menginginkan wanita yang kedua. Namun Allah berkehendak lain. Aku tetap dipertemukan dan "diproses" oleh Allah dengan wanita pertama. Saat aku meminang dia, hatiku terus berkata, Ya Allah, benarkah ini yang terbaik menurut Engkau?
Aku memang pria biasa. Aku sempat merasa takut, bagaimana kalau dia tidak sesuai harapanku? Bagaimana kalau dia....? Dan seribu bagaimana, menyerang pikiranku. Dan aku tetap bertanya, Ya Allah, benarkah ini yang terbaik menurut Engkau? Hingga menjelang pernikahanku dengan dia, pertanyaan itu terus muncul.
Aku memang pria biasa. Kalau mau jujur, wanita yang sekarang menjadi ibu anak-anakku, memang tidak sesuai dengan kriteria calon istri yang dulu pernah aku miliki. Bahkan setahun setelah kami menikah, pertanyaan, Ya Allah, benarkah ini yang terbaik menurut Engkau?, masih muncul juga. Karena begitu banyak hal yang tidak sesuai dengan harapanku, dipertunjukkan oleh Allah. Alhamdulillah, aku menyikapi dengan menganggapnya sebagai teguran langsung dari Sang Maha Penentu Jodoh. Bahwa untuk menghadapi itu semua, aku harus berilmu. Karena memang aku masih kurang banyak ilmu.
Aku memang pria biasa. Tapi aku yakin Allah telah memberikan kepadaku, seorang wanita yang sangat luar biasa. Begitu luar biasanya dia, aku menganggapnya sebagai My Wonder Woman. Sempat terlintas dalam pikiranku, seandainya dulu aku tidak memilih dia, belum tentu aku menjalani hidup seperti sekarang ini. Sehingga ketika pertanyaan yang sama muncul lagi, Ya Allah, benarkah ini yang terbaik menurut Engkau? Aku menjawabnya dengan, Terima kasih Allah, benar, inilah yang terbaik menurut Engkau. Dengan terus bersyukur, bersabar dan berilmu, Insya Allah, aku sudah mendapatkan wanita seperti yang aku inginkan.
Sahabatku, doakan kami, agar dapat terus istiqomah dalam perjuangan membela agama Allah. Jazakallah khoiron katsiiroo
Sebelum Kumengerti Ilmunya.
Sebelum kumengerti ilmunya, aku selalu berharap menjemput jodoh yang sekufu, setara atau sebanding. Ternyata aku terjebak dalam pengertian sekufu yang salah sehingga membutuhkan waktu cukup lama untuk menjemput jodohku.
Sebelum kumengerti ilmunya, sekufu soal latar belakang sosial, menurut aku paling tidak calon pendamping hidupku harus sama denganku.
Sebelum kumengerti ilmunya, sekufu soal pendidikan, menurut aku berarti setingkat. Agar jika diajak bicara, calon istriku dapat mengimbangi apa yang kusampaikan.
Ternyata pengertianku soal sekufu salah besar. Karena aku lebih menitikberatkan kepada sekufu duniawi. Padahal yang lebih penting adalah sekufu akhirat. Artinya, sekufu dalam ketaatan kepada Allah semata.
Setelah kumengerti ilmunya, latar belakang sosial tidak menjadi masalah buatku ketika menjemput jodoh. Dulu, istriku sering naik turun gunung. Sedangkan aku, sering naik turun panggung. Istriku seorang pendekar silat, sedangkan aku seorang penari dan koreografer. Tapi justru dengan perbedaan ini, kami merasa unik dan bersyukur kepada Allah.
Setelah kumengerti ilmunya, latar belakang pendidikan tidak menjadi masalah ketika berproses ta'aruf dengan wanita yang berbeda pendidikannya dengan diriku. Aku lulusan ilmu sosial sedangkan istriku lulusan ilmu pasti. Tapi dengan perbedaan latar belakang pendidikan, kami justru saling mengisi keilmuan masing-masing. Kami sangat bersyukur kepada Sang Maha Berilmu yang telah mengkaruniai kami ilmu yang bermanfaat.
Tapi menurut sahabat-sahabat, sekufukah kami?
Aku dan istriku merasa sekufu, justru karena banyaknya perbedaan diantara kami. Kami berprinsip, kelebihan pasangan sebagai ladang ilmu, kekurangan pasangan sebagai ladang amal. Alhamdulillah, setelah menikah, kami menemukan makna sekufu yang sebenarnya, yaitu sekufu dalam agama. Ini yang terpenting.
Ketika Allah Menjadi Alasan Paling Utama
Sahabat-sahabat, ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berani memutuskan untuk menikah dan menyegerakannya.
Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berani memutuskan dengan siapa aku akan menikah. Aku tidak banyak bertanya tentang calon istriku, aku jemput dia di tempat yang Allah suka, dan satu hal yang pasti, aku tidak ikut mencampuri ataupun mengatur apa-apa yang menjadi urusan Allah. Sehingga aku nikahi seorang wanita tegar dan begitu berbakti kepada suami.
Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak melihat segala kekurangan istriku. Dan sekuat tenaga pula, aku mencoba membahagiakan dia.
Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka menetes air mataku saat melihat segala kebaikan dan kelebihan istriku, yang rasanya sulit aku tandingi.
Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka akupun berdoa, Yaa Allah, jadikan dia, seorang wanita, istri dan ibu anak-anakku, yang dapat menjadi jalan menuju surgamu. Amin.
Sahabat-sahabat
kalau Allah menjadi alasan paling utama untuk menikah,
maka seharusnya tidak ada lagi istilah, mencari yang cocok, yang ideal, yang menggetarkan hati, yang menentramkan jiwa, yang.....yang. ...yang.. ....dan 1000 yang......lainnya...
Karena semua itu baru akan muncul justru setelah melewati jenjang pernikahan..
Niatkan semua karena Allah dan harus yakin kepada Sang Maha Penentu segalanya...
Ternyata Bukan Cantik Yang Aku Cari.
Sahabatku, lelaki mana yang tidak ingin memiliki pasangan hidup berwajah cantik dan menarik? Akupun dulu berniat seperti itu. Ingin kumiliki istri yang cantik. Karena aku terlalu sering melihat yang cantik-cantik.
Sahabatku, karena aku merasa memiliki penampilan yang sangat biasa saja, maka aku berniat memiliki istri yang cantik untuk memperbaiki keturunan. Tapi ah, terlalu mengada-ada niatku yang satu ini, karena tidak ada jaminan.
Sahabatku, ketika aku berdiri di depan sebuah cermin besar. Aku pandangi diriku, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tiba-tiba aku sadar, kalau aku terus mencari yang cantik, mana ada wanita cantik yang mau menjadi istri seorang lelaki yang sangat biasa saja?
Terima kasih Allah, telah Kau sadarkan diriku.
Ternyata bukan cantik yang aku cari, karena cantik itu ternyata sangat relatif.
Ternyata bukan cantik yang aku cari, karena cantik tidak menjamin masuk surga.
Ternyata bukan cantik yang aku cari, karena cantik tidak menjamin perbaikan keturunan.
Ternyata bukan cantik yang aku cari, karena cantik, justru membuat sebagian hati lelaki tidak tenang.
Ternyata bukan cantik yang aku cari di dunia ini, karena aku yakin, Allah akan membuat wanita yang sekarang menjadi istriku, jauh lebih cantik di surga nanti.
(By Rico Atmaka, Daarut Tauhiid)